Wednesday, January 15, 2014

Value Investing 101: Menginterpretasikan dan menganalisa neraca keuangan

Edisi Value Investing 101 merupakan artikel singkat yang menceritakan dasar-dasar berinvestasi dengan prinsip-prinsip value investing. Diharapkan dengan membaca Value Investing 101, Anda mendapatkan pengetahuan dasar mengenai cara berinventasi yang baik dan benar.

Sebelumnya, kita telah sama-sama belajar untuk memahami neraca keuangan secara cepat. Oke, saya sudah tahu mengenai aset, liabilitas, dan ekuitas. Lantas apa yang bisa saya dapatkan dari itu? Kan sebatas angka-angka saja. Paling-paling hindari perusahaan yang kewajibannya besar atau modalnya minus.

Oh, tunggu dulu. Banyak petunjuk-petunjuk yang bisa kita dapatkan dari neraca keuangan. Dalam buku yang berjudul, "Warren Buffett and the Interpretation of Financial Statements" dijelaskan bagaimana caranya Buffett mengolah angka-angka di dalam laporan keuangan, termasuk di dalamnya neraca keuangan. Dengan membaca beberapa lembar dari neraca keuangan, Buffett mampu mengetahui secara detil apakah perusahaan tersebut layak untuk diinvestasikan atau tidak. Sekali lagi, kita mau sama-sama belajar (kembali) dari Warren Buffett.

1. Kas dan setara kas
Nilai kas dan setara kas yang tinggi menandakan salah satu di antara ini.
  1. Perusahaan memiliki keunggulan kompetitif sehingga mampu mencetak banyak uang kas.
  2. Baru saja menjual aset mereka atau menerbitkan obligasi.
Opsi kedua belum tentu baik, sehingga perlu diteliti lebih lanjut mengapa mereka menjual aset mereka. Namun, menjual aset belum tentu juga buruk. Sebagai contoh: PT. Unilever Tbk. menjual salah satu divisi usahanya yaitu Taro Snack ke PT Tiga pilar Sejahtera Tbk. dengan nilai berkisar antara Rp. 200 Milyar pada tahun 2011. Alasan dari Unilever karena ingin lebih fokus ke bisnis inti dan kontribusi Taro juga rendah terhadap pemasukan. Buktinya, sampai sekarang kinerja mereka tetap kinclong. Berhati-hatilah terhadap penjualan aset (apalagi aset yang produktif) dengan dalih untuk membayar utang yang menumpuk.



Lebih lanjut lagi, nilai kas yang rendah biasanya menandakan bahwa perusahaan tersebut tersebut kinerjanya kalau tidak buruk ya biasa-biasa saja. Ketika perusahaan sedang mengalami permasalahan jangka pendek (entah karena sales menurun, dollar meningkat, BBM dan UMR naik), Buffett fokus dalam melihat kas untuk melihat apakah perusahaan tersebut memiliki ketahanan untuk melewati persoalan tersebut.

Catatan penting: Kas yang banyak dan utang yang sedikit menjadi jaminan bagi sebuah bisnis untuk tetap bertahan dalam melewati masa-masa sulit.

2. Persediaan (Inventory)
  • Industri dengan keunggulan kompetitif yang tahan lama (durable competitive advantage) biasanya memiliki keuntungan karena produk yang dijualnya tidak pernah berubah, dan tidak pernah ketinggalan jaman. Buffett sangat menyukai perusahaan seperti ini. Tahukah anda bahwa Coca Cola menjual berpuluh-puluh tahun hanya menjual minuman sirup berkarbonasi. Coca Cola tidak pernah mencoba mengubah produknya menjadi kosmetik maupun tambang batu bara.
  • Ketika meneliti apakah suatu perusahaan memiliki durable competitive advantage, lihatlah persediaan dan laba bersih yang naik secara serempak. Hal ini mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut berhasil menemukan cara untuk meningkatkan penjualan yang turut berdampak pada meningkatnya persediaan. Namun, berhati-hatilah pada perusahaan yang laba bersihnya turun namun persediaannya naik.
  • Perusahaan dengan persediaan yang naik dan turun secara tajam menyiratkan bahwa perusahaan tersebut menjual produk yang musiman.
Case Study:

Diambil dari ft.com dan diedit oleh penulis (angka dalam satuan juta rupiah)

Dari gambar diatas kita dapat melihat bahwa total persediaan (total inventory) PT. Semen Indonesia Tbk meningkat dari 2008 sampai 2012 meningkat. Disamping itu laba bersih dari perusahaan juga ikut meningkat. Pertanda bahwa perusahaan ini memiliki durable competitive advantage.

3. Piutang
Piutang dapat menceritakan kepada kita perbedaan antara suatu perusahaan dengan perusahaan yang sama di dalam satu industri. Pada industri yang cukup kompetitif, beberapa perusahaan mengupayakan kemudahan kredit kepada konsumen, yang menyebabkan peningkatan pada penjualan dan piutang.

Apabila suatu perusahaan secara konsisten mencetak piutang berbanding penjualan yang rendah dari kompetitor, biasanya perusahaan tersebut memiliki suatu keunggulan kompetitif yang layak untuk kita teliti lebih lanjut.

4. Properti, pabrik dan peralatan
Suatu perusahaan dengan durable competitive advantage tidak harus selalu meng-upgrade peralatannya untuk tetap bertahan kompetitif. Perusahaan hanya mengganti apabila peralatan tersebut usang. Di satu sisi, perusahaan yang tidak memiliki keunggulan harus rajin untuk mengganti peralatan-peralatannya agar tetap bisa bersaing.

Perbedaan antara perusahaan unggul dan tidak adalah perusahaan yang unggul tersebut dapat membiayai pembelian peralatan baru dengan kas internal, sedangkan yang lain memerlukan utang untuk membiayai.

5. Kewajiban lancar
Termasuk didalamnya pinjaman jangka pendek, utang usaha, utang pajak, beban akrual (beban yang sudah terjadi tetapi belum dicatat dalam akun), pinjaman jangka panjang yang jatuh tempo kurang dari 1 tahun.

Menjauhlah dari perusahaan yang terus menerus membayar utang dengan menggunakan utang yang baru, terlebih lagi dengan tingkat bunga yang lebih tinggi dari sebelumnya. Artinya, perusahaan tersebut tidak benar-benar membayar utang mereka. Gali lubang tutup lubang. Contoh: PT. BUMI Resources Tbk.

6. Utang Jangka Panjang
Buffett mengatakan bahwa perusahaan yang unggul hanya memiliki utang jangka panjang  yang sedikit dan bahkan tidak ada. Hal ini disebabkan karena perusahaan sangat menguntungkan dan bahkan aksi-aksi korporasinya pun dibiayai sendiri.

Kita dapat melihat sejarah utang jangka panjang selama 5 tahun terakhir. Apabila dalam lima tahun terakhir menunjukan bahwa hanya ada sedikit atau tidak ada utang jangka panjang, perusahaan tersebut memiliki keunggulan kompetitif yang kuat.

Menurut Buffett, perusahaan harus memiliki laba bersih (net earnings) tahunan yang mampu membayar seluruh utang jangka panjang dalam tempo 3 atau 4 tahun. Perusahaan yang memiliki earning power yang cukup untuk membayar utang dalam jangka waktu kurang dari 3 sampai 4 tahun merupakan kandidat kuat untuk masuk daftar pembelian kita.

Case study:



Penggalan gambar diatas merupakan screenshot yang saya ambil dari cover depan letter CEO PT. Lippo Cikarang Tbk. kepada pemegang saham pada tahun 2012. Lippo Cikarang sukses menurunkan beban utang tiap tahun hingga pada puncaknya menyandang status sebagai zero debt company. Perusahaan-perusahaan terbuka lain yang memiliki utang jangka panjang yang kecil dan bahkan tidak ada diantaranya: PT. Unilever Tbk., PT. Tempo Scan Pacific Tbk., beberapa perusahaan tambang seperti PT. Harum Energy Tbk. dan PT. Resource Alam Indonesia Tbk., dan masih banyak lagi perusahaan yang memiliki utang jangka panjang yang kecil.

7. Laba yang dicadangkan (retained earning): Rahasia Buffett
Merupakan salah satu indikator penting dari durable competitive advantage. Laba bersih dapat dipergunakan untuk dibayarkan sebagai dividen, membeli saham kembali (buyback), maupun ditahan untuk pertumbuhan. Semakin banyak suatu laba ditahan, semakin cepat pertumbuhannya dan sekaligus meningkatkan pertumbuhan laba di masa yang akan datang.


Catatan penting lainnya: indikator-indikator untuk menilai kesehatan perusahaan berdasarkan neraca keuangan
  1. Current Ratio. Total aset lancar dibagi dengan kewajiban lancar. Idealnya perusahaan harus memiliki Current Ratio lebih dari 1. Beberapa ada yang menyarankan lebih dari 1.5 atau lebih dari 2. Apabila Current Ratio kurang dari 1, perusahaan akan kesulitan untuk melunasi kewajiban lancar karena jumlah dari aset lancar yang bisa digunakan untuk membayar lebih sedikit.
    Case study: Aset lancar dari PT. Semen Indonesia Tbk. per triwulan III 2013 adalah Rp. 8.705 Trilyun, sedangkan kewajiban lancar adalah Rp 4.198 Trilyun. Current Ratio nya adalah 2.07. 
  2. Total Debt to Equity Ratio (DER). Total liabilitas/kewajiban dibagi dengan total ekuitas. Semakin rendah, semakin bagus. Perusahaan akan terhindar dari beban bunga yang ditanggung setiap tahunnya. Hindari perusahaan yang memiliki rasio DER lebih dari 3 kali. Ada beberapa industri yang memang memerlukan pinjaman uang untuk operasional mereka seperti perusahaan perbankan dan pembiayaan.
  3. Return on Equity (ROE). Total laba bersih dibagi ekuitas. Semakin tinggi tentu semakin bagus. Tandanya perusahaan tersebut profitable. Sangat langka untuk menemukan perusahaan yang mencetak ROE diatas 20% selama 5 tahun berturut-turut. Perusahaan terbuka yang memiliki ROE paling tinggi adalah PT. Unilever Tbk., dengan ROE sekitar 100%. Beberapa perusahaan lain yang memiliki ROE cukup bagus adalah PT. Semen Indonesia Tbk., PT. Indocement Tbk., PT. Lippo Cikarang Tbk., PT. Charoen Pokhpand Tbk., PT. Perusahaan Gas Negara Tbk., PT. Bank Rakyat Indonesia Tbk., dan lain-lain.

No comments:

Post a Comment